Seorang suami harus memberikan nafkah kepada istrinya karena sudah termasuk kewajiban. Ketika suami tidak melakukan kewajiban ini, maka istri bisa melakukan gugatan perihal hal tersebut. Cara istri menggugat nafkah yang tidak diberikan oleh suami bisa dilakukan dengan beberapa syarat dan ketentuan. Agar bisa mengetahui lebih jelas, Anda bisa simak selengkapnya di bawah ini.
Jenis-jenis Nafkah yang Harus Suami Penuhi
Perlu diketahui bahwa kedudukan, hak serta kewajiban masing-masing suami dan istri dalam perkawinan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait Perkawinan. Hukum ini masih selaras sebagaimana dengan yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam, dimana dinyatakan dalam Bab XII Kompilasi Hukum Islam perihal Hak dan Kewajiban Suami Istri yang ada pada pasal 77 sampai pasal 84.
Seorang suami sudah pasti memiliki tanggungjawab besar dalam sebuah keluarga yang dia miliki. Khususnya menanggung segala keperluan istri dan anak, seperti pemenuhan nafkah, pakaian, serta tempat tinggal yang memadai sesuai kebutuhan.
Tak hanya itu, seorang istri pun memiliki kewajiban secara timbal baik, yakni mengatur nafkah yang diterima dari suaminya dengan sebaik mungkin. Dimana pengaturan nafkah ini bisa dilakukan sesuai kebutuhan keluarga, baik itu untuk biaya makan sehari-hari, kebutuhan anak, biaya pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Berikut ini ada beberapa jenis nafkah yang mesti dipenuhi oleh suami, yaitu:
1. Nafkah Keluarga
Seorang suami merupakan kepala rumah tangga yang harus bisa mencukupi segala kebutuhan keluarga. Mulai dari tempat tinggal, makanan, pakaian, obat-obatan, pendidikan untuk anak-anak, hingga kebutuhan sehari-hari lainnya.
Nafkah ini penting sekali dalam hal membangun landasan materi atau maddiyah. Dimana bisa digunakan sebagai jaminan bagi kelestarian perwujudan keluarga yang telah dibentuk bersama-sama.
2. Nafkah Barang Pribadi untuk Istri
Suami juga harus memberikan nafkah untuk istri, dimana hal ini akan menciptakan dan menjaga keharmonisan di dalam rumah tangga. Bahkan, meskipun istri memiliki penghasilan, seorang suami tetap wajib memberikan nafkah materi kepada sang istri.
Dalam hal ini, para ulama juga berpendapat bahwa harta atau penghasilan istri adalah hak bagi istri sendiri. Suami tentu saja tidak boleh menggunakannya, tanpa ada izin atau keridhoan dari istri sendiri.
Patut diperhatikan juga bahwa uang nafkah istri tentu berbeda dengan uang belanja bulanan. Apabila uang belanja digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, maka nafkah untuk istri ini merupakan uang yang digunakan untuk istri secara pribadi.
Entah itu digunakan untuk merawat diri, ditabung, menjaga penampilan, dan sebagainya sesuai keinginan istri sendiri. Namun, jika ternyata suami memiliki pendapatan yang lebih rendah dari istri, maka lebih baik uang gaji diserahkan seluruhnya kepada istri, lalu diatur oleh istri dengan baik.
3. Nafkah Batin
Tak hanya berupa materi, nafkah juga bisa berbentuk secara batin yang mana sangat penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Nafkah batin ini memiliki arti bahwa suami harus membuat istri senantiasa bahagia dan aman.
Untuk memberikan nafkah batin ini, suami bisa melakukan cara dengan memenuhi kebahagiaan istri, seperti menjaga komunikasi tetap lancar, tidak mengeluarkan perkataan kasar, selalu menjaga komitmen pernikahan, serta tidak bersikap egois.
Jika seorang suami mampu memberikan ketiga nafkah di atas, maka kehidupan rumah tangga pun akan terjaga dengan harmonis. Sebaliknya, jika suami tidak memberikan nafkah itu sama sekali, maka akan berujung dengan hukum haram. Apalagi jika suami tidak bekerja dengan alasan malas, sehingga tidak memberikan nafkah dan membuat alasan bahwa istri bisa bekerja sendiri. Hal ini tentu akan menimbulkan konflik, sehingga istri bisa melakukan gugatan terkait nafkah yang tidak diberikan tersebut.
Apa yang terjadi jika suami tidak memberikan nafkah kepada istrinya?
Perlu diketahui bahwa nafkah yang tidak diberikan oleh suami akan menjadi hutang dan wajib dilunasi di kemudian hari. Hal ini mengacu kepada KHI Pasal 80 ayat 4 huruf a, dimana disini diterangkan bahwa sesuai penghasilannya, seorang suami harus menanggung nafkah keluarga yang dia miliki.
Pasal ini juga menjelaskan bahwa meskipun nafkah yang dilakukan oleh suami berdasarkan kemampuannya, namun tetap saja nafkah ini merupakan kewajiban yang mesti dilakukan oleh suami kepada istri dan anak. Sehingga, hal ini tidak boleh dilalaikan dan harus dilakukan dengan baik.
Jika seandainya suami tidak melakukan kewajibannya untuk memberikan nafkah, maka istri bisa mengajukan gugatan nafkah ke pengadilan. Dasar hukum cara istri menggugat nafkah suami yang tidak diberikan terdapat dalam pasal 34 UUP yang memiliki bunyi, “Apabila suami atau istri lalai dalam melakukan kewajibannya masing-masing, maka dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.”
Apakah Menggugat Nafkah Sama dengan Menggugat Cerai?
Maksud isi pasal 34 UUP adalah seorang istri bisa mengajukan gugatan nafkah madliyah atau nafkah terhutang. Gugatan nafkah yang dapat dilakukan oleh seorang istri ini bisa disertai dengan perceraian atau tidak.
Namun, jika seorang suami sudah menjatuhkan talak kepada sang istri, maka istri akan diberikan hak oleh undang-undang agar bisa melakukan gugatan baik atas nafkah madliyah atau terhutang tersebut.
Perlu diingat, cara istri menggugat nafkah ini hanya bisa dilakukan oleh seorang istri yang sudah melaksanakan kewajibannya. Sebab, di dalam pasal 84 ayat 1 KHI, sudah dijelaskan bahwa seorang istri bisa dianggap nushuz, apabila dia tidak ingin melaksanakan kewajibannya, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 83 ayat 1 KHI. Kecuali, jika istri yang menggugat memiliki alasan sah dan kuat.
Apabila istri tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka ia tidak berhak mendapatkan nafkah atau suami gugur memberikan nafkah kepada istrinya. Hal ini sudah tertuang di dalam pasal 80 ayat 7 KHI.
Cara Mengajukan Gugatan Nafkah Madliyah atau Terhutang
Cara istri menggugat nafkah dari suami yang tidak pernah diberikan bisa langsung melalui Pengadilan Agama. Tepatnya, di domisili pihak istri sendiri tinggal. Selanjutnya, Anda harus mempersiapkan beberapa dokumen yang menjadi syarat dalam pelaksanaan gugatan nafkah madliyah atau terhutang ini.
Berikut ini beberapa syarat dokumen yang mesti dilampirkan saat ingin melakukan gugatan nafkah madliyah, yaitu:
- Lampirkan buku nikah yang asli
- Lampirkan fotokopi buku nikah sebanyak dua lembar yang sudah diberikan materai serta legalisir
- Lampirkan KTP asli dari suami dan istri
- Lampirkan fotokopi suami dan istri sebanyak dua lembar yang sudah diberikan materai serta legalisir
- Lampirkan fotokopi Kartu Keluarga atau KK sebanyak dua lembar yang sudah bermaterai dan berlegalisir.
Jika semua dokumen di atas sudah Anda persiapkan dengan lengkap, maka saatnya untuk datang ke Pengadilan Agama. Selain itu, Anda juga bisa menghubungi kantor advokat atau pengacara untuk melakukan upaya hukum tersebut.
Tentu saja, Anda bisa memilih pengacara disini yang sudah pasti bisa memberikan solusi terkait hukum keluarga dengan baik. Sehingga, cara istri mengunggat nafkah yang tidak diberikan oleh suami bisa teratasi dengan mendapatkan hasil paling terbaik.