Kemana Gugatan Cerai Diajukan?
gedung Pengadilan Agama Cibinong

Perceraian merupakan salah satu sebab putusnya Perkawinan. Perceraian sendiri hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri (Pasal 39 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975).

Pertanyaan kemana gugatan cerai diajukan timbul karena terdapat 2 (dua) kekuasaan Pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perceraian dikalangan penduduk di Indonesia, yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, disebutkan “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a.perkawinan”. Sedangkan perceraian untuk non muslim dilakukan di Pengadilan Negeri.

Secara umum pengaturan tentang perceraian di Indonesia diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP Nomor 9 Tahun 1975, dan secara khusus tata cara perceraian untuk muslim juga diatur dalam pada ketentuan UU Nomor 7  Tahun 1989 tentang Peradilan Agama serta Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dari ketentuan khusus tersebut, terdapat sedikit perbedaan antara gugatan cerai yang dilakukan oleh Pasangan Muslim dan Pasangan Non Muslim, khususnya mengenai kemana gugatan cerai diajukan.   

Perceraian Pasangan Suami Istri Beragama Islam. 

Pada proses perceraian pasangan suami-istri yang beragama Islam, terdapat  2 (dua) istilah cerai, yaitu “cerai talak” dan “cerai gugat”. Talak menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Permohonan talak diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon (istri), kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon[1]. Sedangkan bila pihak istri yang meminta perceraian, maka dikenal istilah cerai gugat dengan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat[2].

Dari ketentuan diatas, baik permohonan talak maupun gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Agama tempat tinggal atau domisili istri, kecuali dalam hal istri dianggap meninggalkan rumah tanpa izin suami atau istilahnya nusyuz. Apabila kepergian karena ada alasan tertentu, maka harus dijelaskan pada hakim, agar hakim dapat mempertimbangkan alasan kepergiannya sehingga tuduhan nuzyuz tidak terbukti. 

Perceraian Pasangan Suami Istri Non-Muslim 

Mengenai Gugatan cerai pasangan non-Muslim dilakukan di Pengadilan Negeri. Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri, atau kuasanya, kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Dengan demikian, jika suami yang menggugat cerai istrinya, suami harus mengajukan permohonan ke pengadilan di wilayah tempat tinggal istrinya saat itu, dan sebaliknya. Apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.

Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.[3]

[1] Pasal 66 UU Nomor 7  Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 129 KHI 

[2] Pasal 73 UU Nomor 7  Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 132 KHI 

[3] Pasal 20 ayat (1), (2), (3) PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *